Definisi Sikap
Menurut
Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk
bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau
secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech
dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai
organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional,
perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
Sedangkan
La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli
sosial yang telah terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan
definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu
artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang,
peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun
ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri
dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan
sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi
di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk
merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan Sikap
Proses
belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial,
individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang
dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah:
1. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional.
Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih
mendalam dan lebih lama berbekas.
2. Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh
lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang.
Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan
sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement
dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan
perilaku yang lain.
3. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap
konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan
keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
5. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi
pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap
dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat
keagamaan serta ajaran-ajarannya.
6. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap
demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang
akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan
lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah
prasangka.
Sumber : http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi/
Sumber : http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar